اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ:
فَيَاعِبَادَ اللهِ : أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar
Hadirin sidang iedul Fithri yang dirahmati Allah SWT
Puji dan syukur hanya milik Allah Ta'ala, Tuhan Yang Mengciptakan alam semesta, Yang Menguasai hari pembalasan, Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada baginda Alam, pemimpin umat sedunia, Rasulullah SAW, kepada sahabatnya, keluarganya, dan segenap umatnya yang senantiasa mengikuti manhajnya yang lurus hingga akhir zaman.
Hari ini, tanggal 1 Syawwal 1431 H. merupakan hari raya besar umat Islam sedunia, hari yang yang penuh kebahagiaan, hari di mana kaum Muslimin merayakan kemenangan besar, setelah sebulan penuh mereka berjuang menahan rasa lapar dan dahaga serta mengekang hawa nafsu amarah.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar
Ikwatul iman yang dimuliakan Allah SWT
Hari ini, kita membaca takbir (Allahu Akbar, Allahu Akbar), tahmid (Al-Hamdulillah), dan tahlil (Laa ilaaha illallahu) sebagai pertanda rasa syukur atas segala nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita, setelah sebulan penuh kita menjalankan ibadah shaum dengan segenap amaliah ibadah yang ada di dalamnya, yang sudah barang tentu telah menyedot banyak energi yang ada pada diri kita.
Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat dan ampunan, aktivitas yang terkait dengannya telah kita jalankan dengan penuh ketulusan (keikhlasan), dan tingkat mujahadah yang luar biasa, dengan suatu keyakinan bahwa Allah SWT akan mencurahkan rahmat-Nya, dan mengampuni dosa-dosa kita lakukan.
Tidak sedikit di antara kita yang merasa berat dan merasakan kesedihan yang amat mendalam, tatkala ditinggal pergi oleh Ramadhan, mengingat kebaikan yang Allah berikan kepada manusia sangat besar yang tidak di dapatkan di bulan-bulan selainnya. Mereka bersedih dan merasa berat ketika ditinggal pergi oleh Ramadhan; karena boleh jadi di tahun yang akan datang mereka tidak memiliki kesempatan lagi untuk menjalankannya, tidak bisa lagi berkumpul dengan keluarga tercinta, untuk beribadah bersama, sahur bersama, pergi ke mesjid bersama, duduk bersama di meja makan untuk berbuka; karena ajal datang menjemput.
Sesungguhnya, Ramadhan yang telah kita jalankan merupakan modal utama yang akan kita bawa kemana saja kita melangkah, kita jadikan sebagai bekal utama yang akan menyertai sisa perjalanan hidup kita berikutnya. Ramadhan bukan sekedar ibadah ritual yang tanpa makna dan pengaruh (atsar). Seharusnya, hasil pendidikan Ramadhan (tarbiyyah Ramadhaniyyah) selama sebulan penuh, dapat melahirkan pribadi-pribadi yang punya jiwa kepatuhan dan ketundukan tingkat tinggi, menguatkan keimanan dan ketauhidan yang dapat membentengi manusia dari wabah penyakit syirik.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar
Ikwatul iman yang dimuliakan Allah SWT
Di antara nilai-nilai yang harus senantiasa membekas pada jiwa kita dari hasil pendidikan Ramadhan, adalah jiwa kepedulian sosial, rasa simpati dan empati terhadap orang lain, senantiasa mendahulukan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi, semangat untuk saling tolong-menolong, saling mengasihi dan mencintai, sebagaimana diamanahkan oleh baginda Rasul SAW,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi dan mengasihi seperti jasad, apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh (anggota) tubuh yang lain ikut merasakannya, dengan tidak bisa tidur dan merasakan demam.(HR. Bukhari)
Dalam beberapa hadits lain beliau menegaskan,
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ.
“Allah akan selalu menolong seorang hamba, selama ia mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(HR. Bukhari)
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ.
“Sesungguhnya seorang Mukmin terhadap Mukmin yang lain bagaikan sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan terhadap sebagian yang lain, dan beliau menjalinkan jari-jemarinya.” (HR. Bukhari)
Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya agar saling tolong-menolong, saling menyayangi dan mengasihi antara yang satu dengan yang lainnya, si kaya mau menyayangi si miskin, dan si miskin mau menghargai si kaya. Seorang pemimpin hendaknya selalu mengayomi rakyatnya, jangan pernah merugikan dan membuat rakyatnya sengsara dan menderita.
Sebagai seorang Mukmin harus bisa merasakan apa yang tengah dirasakan oleh saudaranya, hendaknya ia senantias berbagi suka cita. Bagi seorang Mukmin, kesedihan saudaranya merupakan kesedihannya juga, demikian pula sebaliknya, kesenangan yang diraih saudaranya, merupakan kesenangannya juga. Pantang baginya untuk membiarkan sudaranya menderita kelaparan, sementara ia hanya melihat tanpa berbuat kebaikan sedikitpun kepadanya, dan pantang baginya berbuat hasud dan punya untuk mencelakai saudaranya, manakala mendapatkan kesenagan dan kebahagiaan.
Berikutnya, tarbiyyah Ramadhaniyyah diharapkan dapat memberikan pengaruh dalam diri kita untuk senantiasa bersikap sabar dalam menjalani semua aktivitas ibadah yang diperintahkan Allah SWT. Bersikap sabar dalam menjauhi semua larangan-Nya, dan bersikap sabar tatkala ditimpa ujian berat (mushibah); karena di balik sikap sabar terdapat kabar gembira yang dijanjikan Allah SWT,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ . الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّآ
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ . أُوْلآئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُُ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلآئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. Ql-Baqarah : 155-157)
Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar
Ikwatul iman yang dirahmati Allah SWT
Allah SWT dan Rasul-Nya mengajarkan kepada kita, agar jangan pernah merasa cukup dan puas dengan satu aktivitas ibadah yang telah kita lakukan, meskipun ibadah tersebut memiliki nilai kebaikan yang luar biasa, seperti halnya shalat lima waktu, zakat, shaum Ramadhan dan haji ke baitullah. Kebaikan seseorang tidak terbatas pada ketaatan dan keimanannya kepada Allah Ta'ala, atau rutinitas ibadah yang dilakukannya dalam sehari semalam. Dalam pengertian lain, bahwa kebaikan seseorang tidak bergantung hanya pada keimanannya semata, atau shalatnya, atau shaumnya, zakat atau hajinya.
Ketika seseorang telah menjalankan shalatnya, tidak serta merta dikatakan sebagai orang baik dan mencapai kebaikan yang sempurna; karena pada kenyataannya tidak sedikit mereka yang shalat tetapi maksiat tak pernah berhenti, membicarakan aib orang lain jalan terus, dan lain sebagainya.
Ketika seseorang selesai menjalankan ibadah shaum, tidak lantas dikatakan sebagai orang yang shaleh dan baik; terbukti banyak orang yang shaum, tetapi mereka tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya, tidak lisannya dari ucapan-ucapan kotor, sikapnya acuh terhadap nasib orang lain masih mewarnai kepribadiannya, tidak pernah peduli terhadap nasib (penderitaan) yang di alamai orang lain.
Tidak sedikit mereka yang menjalankan ibadah, namun niatnya tidak tulus ikhlas karena Allah, keyakinannya masih terbagi-bagi untuk selain-Nya, jiwanya selalu keluh kesah, banyak pertimbangan-pertimbangan, tidak menerima dengan kesadaran dan kesabaran. Tidak sedikit keimanan mereka tumbang di tengah perjalanan; karena tidak sanggup menjalani aktivitas ibadah, jiwanya berontak, tidak ingin diperintah, nafsunya ingin selalu dilampiaskan tanpa kendali.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar
Ikwatul iman yang dirahmati Allah SWT
Sesungguhnya, belum bisa dikatakan kebaikan atau kebajikan yang seutuhnya, manakala manusia masih terjebak dalam pandangan-pandangan yang parsial dalam ibadah, akidah maupun muamalahnya. Ketiganya, ternyata merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ibadah seseorang baru bisa dikatakan sebagai kebaikan atau kebajikan yang utuh, manakala keimanan atau akidah senantiasa penjadi pondasi utamanya. Dan ibadah seseorang dapat dipandang sebagai kebaikan yang sempurna, tatkala pergaulannya dengan sesama manusia senantiasa terjalin dengan baik, sikap itsar (mementingkan) terhadap orang lain senantiasa mewarnai seluruh pergerakan hidupnya dalam masyarakat.
Pada suatu kesempatan Umar bin Khaththab pernah mengatakan,"“Tidaklah (kebaikan) keimanan dan keislaman seseorang dapat diukur (ditentukan) hanya karena ia telah melaksanakan shalat, tidak juga karena ia telah berpuasa, tidak juga karena telah membayar zakat hartanya, dan tidak juga karena ia telah menunaikan ibadah haji. Akan tetapi keimanan dan keislaman seseorang harus terlihat pada kehidupannya sehari-hari “.
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd
Ikwatul iman yang dirahmati Allah SWT
Allah SWT secara khusus mengingatkan kaum Yahudi dan Nashrani, termasuk kaum Muslimin, bahwa kebaikan atau kebajikan itu bukan hanya sekedar menghadapkan wajah ke aran timur atau barat atau ke arah baitullah, namun kebaikan yang sesungguhnya adalah kebaikan yang dilandasi dengan keimanan atau ketauhidan yang tertuang dalam arkanul iman yang enam, keislaman yang tertuang dalam arkanul Islam yang lima, demikian juga dengan muamalah dan akhlakul karimah terhadap sesama manusia.
Allah SWT berfirman,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ باِللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَالْمَلَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّنَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقاَمَ الصَّلَوةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.(QS. Al-Baqarah : 177)
Khithab ayat tersebut menurut keterangan para pakar tafsir, ditujukan kepada kaum Yahudi dan Nashrani, termasuk kaum Muslimin, ketika mereka berebut tentang arah kiblat masing-masing. Maka Allah SWT menurunkan ayat tersebut sebagai bentuk penegasan, bahwa kebaikan itu mencakup semua aspek kehidupan manusia.
Berdasarkan taujih ayat tersebut, untuk mengukur seseorang tentang kebaikannya (kebajikannya) harus didasarkan kepada beberapa kriteria utama, yaitu :
Pertama, dari sisi keimanannya (akidahnya) kepada Allah .
Yaitu keimanan yang mampu menjadi kendali dalam kehidupannya, menjadikan jiwanya senantiasa terarah, sikapnya senantiasa diarahkan kepada suatu kesadaran penuh, bahwa Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi seluruh gerak-geriknya, sehingga pantang bagi dirinya untuk melakukan perbuatan maksiat dan perbuatan syirik (menyekutukan Allah SWT).
Kedua, kepeduliannya terhadap orang lain.
Orang yang baik dalam pandangan Allah SWT, tidak cukup dengan pengakuannya sebagai orang yang beriman, akan tetapi ia dituntut harus memiliki jiwa kepedulian sosial terhadap sesama umat manusia, yang dalam istilah agama di sebut dengan itsar seperti kepada keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, kaum dhu’afa dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, sebagaimana tercantum dalam ayat di atas.
Ketiga, ibadahnya.
Orang yang baik adalah orang yang senantiasa memiliki sikap mujahadah dalam dirinya untuk menyempurnakan seluruh aktifitas ibadah yang diperintahkan Allah SWT kepadanya. Dan senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi diri), terhadap seluruh ibadah yang dilakukannya.
Keempat, akhlaknya
Ayat di atas memberikan isyarat, bahwa akhlak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim, menepati janji dan sikap sabar adalah hal yang sangat penting dan mutlak untuk dimiliki, posisi keduanya menjadi tolok ukur kebaikan seseorang. Ketika seseorang selalu menepati janjinya maka ia telah menyelamatkan diri dari sebahagian ancaman kemunafikan. Oleh karena itu, menepati janji termasuk syarat untuk menjadi pribadi yang baik dalam pandangan Allah SWT juga manusia. Dan orang yang baik dalam pandangan Allah SWT adalah orang yang memiliki sifat sabar dalam menghadapi dinamika kehidupan. Seorang Mukmin yang memiliki kepedulian sosial, melaksanakan semua aktifitas ibadahnya, baik shalat, zakat, danmenepati janjinya, namun apabila ia tidak memiliki sifat sabar yang baik dan benar, maka ia belum termasuk baik dalam pandanganAllah SWT.
Semoga Allah SWT menjadikan kita orang-orang yang baik, dan memberikan kemudahan untuk melakukannya. Semoga dengan selesainya kita melaksanakan shaum Ramadhan pada tahun sekarang ini, kita memperoleh predikat orang-orang yang terbaik dalam pandangan Allah SWT, dan semoga di tahun yang akan datang kita masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan Ramadhan, dan bertekad untuk menjalaninya dengan sesuatu yang lebih baik dari yang sekarang ini, Amin
Wallahu A'lam bish shawwab
تقبل الله منا ومنكم
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka
Berikutnya, tarbiyyah Ramadhaniyyah diharapkan dapat memberikan pengaruh dalam diri kita untuk senantiasa bersikap sabar dalam menjalani semua aktivitas ibadah yang diperintahkan Allah SWT. Bersikap sabar dalam menjauhi semua larangan-Nya, dan bersikap sabar tatkala ditimpa ujian berat (mushibah); karena di balik sikap sabar terdapat kabar gembira yang dijanjikan Allah SWT,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ . الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّآ
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ . أُوْلآئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُُ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلآئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. Ql-Baqarah : 155-157)
Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar
Ikwatul iman yang dirahmati Allah SWT
Allah SWT dan Rasul-Nya mengajarkan kepada kita, agar jangan pernah merasa cukup dan puas dengan satu aktivitas ibadah yang telah kita lakukan, meskipun ibadah tersebut memiliki nilai kebaikan yang luar biasa, seperti halnya shalat lima waktu, zakat, shaum Ramadhan dan haji ke baitullah. Kebaikan seseorang tidak terbatas pada ketaatan dan keimanannya kepada Allah Ta'ala, atau rutinitas ibadah yang dilakukannya dalam sehari semalam. Dalam pengertian lain, bahwa kebaikan seseorang tidak bergantung hanya pada keimanannya semata, atau shalatnya, atau shaumnya, zakat atau hajinya.
Ketika seseorang telah menjalankan shalatnya, tidak serta merta dikatakan sebagai orang baik dan mencapai kebaikan yang sempurna; karena pada kenyataannya tidak sedikit mereka yang shalat tetapi maksiat tak pernah berhenti, membicarakan aib orang lain jalan terus, dan lain sebagainya.
Ketika seseorang selesai menjalankan ibadah shaum, tidak lantas dikatakan sebagai orang yang shaleh dan baik; terbukti banyak orang yang shaum, tetapi mereka tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya, tidak lisannya dari ucapan-ucapan kotor, sikapnya acuh terhadap nasib orang lain masih mewarnai kepribadiannya, tidak pernah peduli terhadap nasib (penderitaan) yang di alamai orang lain.
Tidak sedikit mereka yang menjalankan ibadah, namun niatnya tidak tulus ikhlas karena Allah, keyakinannya masih terbagi-bagi untuk selain-Nya, jiwanya selalu keluh kesah, banyak pertimbangan-pertimbangan, tidak menerima dengan kesadaran dan kesabaran. Tidak sedikit keimanan mereka tumbang di tengah perjalanan; karena tidak sanggup menjalani aktivitas ibadah, jiwanya berontak, tidak ingin diperintah, nafsunya ingin selalu dilampiaskan tanpa kendali.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar
Ikwatul iman yang dirahmati Allah SWT
Sesungguhnya, belum bisa dikatakan kebaikan atau kebajikan yang seutuhnya, manakala manusia masih terjebak dalam pandangan-pandangan yang parsial dalam ibadah, akidah maupun muamalahnya. Ketiganya, ternyata merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ibadah seseorang baru bisa dikatakan sebagai kebaikan atau kebajikan yang utuh, manakala keimanan atau akidah senantiasa penjadi pondasi utamanya. Dan ibadah seseorang dapat dipandang sebagai kebaikan yang sempurna, tatkala pergaulannya dengan sesama manusia senantiasa terjalin dengan baik, sikap itsar (mementingkan) terhadap orang lain senantiasa mewarnai seluruh pergerakan hidupnya dalam masyarakat.
Pada suatu kesempatan Umar bin Khaththab pernah mengatakan,"“Tidaklah (kebaikan) keimanan dan keislaman seseorang dapat diukur (ditentukan) hanya karena ia telah melaksanakan shalat, tidak juga karena ia telah berpuasa, tidak juga karena telah membayar zakat hartanya, dan tidak juga karena ia telah menunaikan ibadah haji. Akan tetapi keimanan dan keislaman seseorang harus terlihat pada kehidupannya sehari-hari “.
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd
Ikwatul iman yang dirahmati Allah SWT
Allah SWT secara khusus mengingatkan kaum Yahudi dan Nashrani, termasuk kaum Muslimin, bahwa kebaikan atau kebajikan itu bukan hanya sekedar menghadapkan wajah ke aran timur atau barat atau ke arah baitullah, namun kebaikan yang sesungguhnya adalah kebaikan yang dilandasi dengan keimanan atau ketauhidan yang tertuang dalam arkanul iman yang enam, keislaman yang tertuang dalam arkanul Islam yang lima, demikian juga dengan muamalah dan akhlakul karimah terhadap sesama manusia.
Allah SWT berfirman,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ باِللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَالْمَلَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّنَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقاَمَ الصَّلَوةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.(QS. Al-Baqarah : 177)
Khithab ayat tersebut menurut keterangan para pakar tafsir, ditujukan kepada kaum Yahudi dan Nashrani, termasuk kaum Muslimin, ketika mereka berebut tentang arah kiblat masing-masing. Maka Allah SWT menurunkan ayat tersebut sebagai bentuk penegasan, bahwa kebaikan itu mencakup semua aspek kehidupan manusia.
Berdasarkan taujih ayat tersebut, untuk mengukur seseorang tentang kebaikannya (kebajikannya) harus didasarkan kepada beberapa kriteria utama, yaitu :
Pertama, dari sisi keimanannya (akidahnya) kepada Allah .
Yaitu keimanan yang mampu menjadi kendali dalam kehidupannya, menjadikan jiwanya senantiasa terarah, sikapnya senantiasa diarahkan kepada suatu kesadaran penuh, bahwa Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi seluruh gerak-geriknya, sehingga pantang bagi dirinya untuk melakukan perbuatan maksiat dan perbuatan syirik (menyekutukan Allah SWT).
Kedua, kepeduliannya terhadap orang lain.
Orang yang baik dalam pandangan Allah SWT, tidak cukup dengan pengakuannya sebagai orang yang beriman, akan tetapi ia dituntut harus memiliki jiwa kepedulian sosial terhadap sesama umat manusia, yang dalam istilah agama di sebut dengan itsar seperti kepada keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, kaum dhu’afa dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, sebagaimana tercantum dalam ayat di atas.
Ketiga, ibadahnya.
Orang yang baik adalah orang yang senantiasa memiliki sikap mujahadah dalam dirinya untuk menyempurnakan seluruh aktifitas ibadah yang diperintahkan Allah SWT kepadanya. Dan senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi diri), terhadap seluruh ibadah yang dilakukannya.
Keempat, akhlaknya
Ayat di atas memberikan isyarat, bahwa akhlak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim, menepati janji dan sikap sabar adalah hal yang sangat penting dan mutlak untuk dimiliki, posisi keduanya menjadi tolok ukur kebaikan seseorang. Ketika seseorang selalu menepati janjinya maka ia telah menyelamatkan diri dari sebahagian ancaman kemunafikan. Oleh karena itu, menepati janji termasuk syarat untuk menjadi pribadi yang baik dalam pandangan Allah SWT juga manusia. Dan orang yang baik dalam pandangan Allah SWT adalah orang yang memiliki sifat sabar dalam menghadapi dinamika kehidupan. Seorang Mukmin yang memiliki kepedulian sosial, melaksanakan semua aktifitas ibadahnya, baik shalat, zakat, danmenepati janjinya, namun apabila ia tidak memiliki sifat sabar yang baik dan benar, maka ia belum termasuk baik dalam pandanganAllah SWT.
Semoga Allah SWT menjadikan kita orang-orang yang baik, dan memberikan kemudahan untuk melakukannya. Semoga dengan selesainya kita melaksanakan shaum Ramadhan pada tahun sekarang ini, kita memperoleh predikat orang-orang yang terbaik dalam pandangan Allah SWT, dan semoga di tahun yang akan datang kita masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan Ramadhan, dan bertekad untuk menjalaninya dengan sesuatu yang lebih baik dari yang sekarang ini, Amin
Wallahu A'lam bish shawwab
تقبل الله منا ومنكم
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar